Pedang damascus adalah pedang yang amat terkenal baik di kalangan kaum muslim maupun non-muslim, semenjak Perang Salib. Pedang ini diproduksi dari abad-12 hingga abad ke-18. Pada zaman kejayaan Islam telah menemukan teknik metalurgi yang sangat tinggi dengan hadirnya pedang damascus pada masa Perang Salib yang cukup mencengangkan pihak Eropa pada saat itu. Menurut National Geographic, study yang dilakukan terhadap pedang damascus ini mengungkapkan bahwa pedang tersebut mengandung nanowires, carbon nanotubes (CNT), dan bahan-bahan micro lainnya. Struktur yang rumit tersebut mungkin bisa menjelaskan mengapa pedang tersebut bisa menjadi sangat tajam.
Sejarah Pedang Damascus
Pedang damascus ini merupakan pedang yang digunakan oleh Salahuddin Ayyubi dikenal juga dengan nama Saladin, pemimpin pejuang muslim Kurdi dari Tikrit. Berdasarkan legenda, disebutkan bahwa pedang milik Salahuddin Ayyubi ini sangat tajam dan menjadi salah satu kunci kemenangan pasukan muslim yang dipimpinnya dalam Perang Salib.
Pedang ini dibuat dari bahan yang keras namun lentur karena memiliki kandungan carbon nanotubes. Material penyusun pedang damascus termasuk material yang unik karena termasuk material superplastic, yaitu material yang dapat mengalami deformasi beberapa kali tanpa mengalami keretakan. Akan tetapi, meskipun memiliki elastisitas yang luar biasa material dasar pedang damascus juga termasuk material yang memiliki kekerasan yang cukup tinggi. Bahan baku pedang damascus ini dikenal sebagai baja wootz. Baja wootz ini berasal dari daerah-daerah di India dan Sri Lanka, yang kemudian dikirim ke Syria untuk ditempa menjadi pedang damascus. Sejak abad ke-3 hingga abad ke-17, India telah mengirimkan bijih baja ke Timur Tengah. Baja wootz juga mengandung molybdenum dan vanadium.
Dalam catatan sejarah, baja damascus pertama kali dikembangkan oleh bangsa India (tepatnya bagian Selatan India), yang kemudian teknologi pembuatannya diajarkan ke Timur Tengah, berkembang guna pembuatan pedang. Pedang damascus memiliki pola air mengalir yang menjadi ciri khas dari pedang tersebut. Asal nama dari pedang ini masih belum dipastikan, salah satu teori yang ada mengungkapkan bahwa asal nama tersebut berasal dari kemiripan corak pedang tersebut dengan serat Damask.
Di Russia, dikembangkan baja bulat yang digunakan untuk bahan pembuatan senjata yang kuat, termasuk pedang, pisau, dan juga kapak. Tsar Michael dari Russia menggunakan helm terbuat dari baja bulat pada tahun 1621. Asal mula dan pembuatan dari baja bulat tersebut belum diketahui secara pasti, namun ada indikasi bahwa baja bulat di Russia berasal dari Persia dan Turkestan. Terdapat kemiripan dengan baja damascus dengan baja bulat. Pada abad ke-19, Pavel Petrovich Anosov melakukan beberapa kali percobaan untuk membuat karya tersebut.
Penelitian Pedang Damascus
Berdasarkan pada percobaan yang dilakukan oleh J.D. Verhoeven dan Carlo Panseri, bilah pedang wootz asli (antic) memiliki kadar kekerasan 35 HRC hingga 40 HRC. Sementara itu untuk pedang broadsword Eropa (dari masa yang sama) juga dilakukan pengujian yang sama, hasilnya kadar kekerasan pedang Eropa tersebut lebih tinggi yakni 50 HRC. Artinya pedang broadsword Eropa yang diuji tersebut lebih keras dan kuat dibandingkan pedang damascus Timur Tengah. Namun itu hanya satu sisi karakteristik pedang.
Selain itu fungsi dan penggunaan dari setiap pedang berbeda-beda. Fungsi penggunaan pedang menentukan karakteristik pedang tersebut. Seperti broadsword Eropa yang tujuannya adalah untuk menebas mail armor, sehingga dibuat besar dan berat jadi berfungsi juga seperti sledge hammer. Padang damascus dari Timur Tengah yang tujuannya adalah untuk mengiris atau memotong, sehingga dibuat melengkung dan agak tipis. Pedang damascus juga menyesuaikan dengan kebiasaan perang di Timur Tengah yang tidak menggunakan baju zirah pelindung yang tebal, seperti di Eropa. Itulah mengapa pedang broadsword Eropa sengaja dirancang lebih keras dan kuat dari pedang damascus. Selain itu pedang di China yang tujuannya untuk menusuk celah armor, jadi bentuknya lurus dan tipis. Berbeda lagi dengan katana yang digunakan para samurai Jepang, yang tujuannya adalah untuk menebas dan menusuk, sehingga bentuknya agak melengkung, tapi memiliki pemberat di sisi yang tumpul.
Satu tim peneliti yang berpusat di Technical University of Dresden, dengan menggunakan x-ray dan juga microscope electron untuk memeriksa dan meneliti baja damascus. Hasilnya ditemukan adanya cementite nanowires dan carbon nanotubes. Peter Paufler, salah satu anggota tim peneliti tersebut mengungkapkan bahwa struktur nano tersebut terdapat dalam baja wootz dan hasil dari proses penempaan baja tersebut.